Thursday, December 13, 2007

PSSI, Tendangan Bola, dan Politik Kebangsaan

Club Bola Prinses Juliana usai bertanding di Singaraja tahun 1927

SEPAKBOLA merupakan olahraga yang cukup akrab dan digemari masyarakat. Sesungguhnya permainan sejenis sudah dikenal oleh masyarakat nusantara jauh sebelum sepakbola dikenalkan oleh bangsa Eropa. Istilah “Sepak Raga” dalam penyebutan sepak bola adalah pangkal dalam merunutnya. Sepak raga adalah permainan yang menggunakan bola yang terbuat dari rotan, permainan itu mengusahakan agar supaya raga itu jangan jatuh ke tanah ( permainan sepak raga kini dikenal dengan istilah Sepak Takraw). Maka, tak mengherankan permainan sepak bola ini menjadi akrab dan banyak digemari oleh masyarakat kala itu dan kini.

Berbicaraa sepak bola di Indonesia tentulah tak lepas dari organisasi yang bernama PSSI. PSSI (Persatoean Sepak Raga Seloroeh Indonesia) adalah organisasi sepakbola buatan pribumi, keluar dari bond-bond sepakbola bikinan Belanda—resistensi terhadap kolonial. Organisasi ini dirintis jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka.

PSSI berdiri atas tiga asas kebangsaan Indonesia. Sebelum didirikan telah ada Nederlandsch Indische Voetbalbond (NIVB) yang dibeberapa kota memiliki anggota. Dalam keanggotaan NIVB banyak masuk bangsa bumiputra, meskipun segala pimpinan berasal dari negeri Belanda.

Fase berikutnya dengan masuknya bangsa bumiputra ke dalam Persatoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia, Voetbalbond jang dimasoeki bangsa Indonesia menjadi doea: PSSI (bagi bangsa Indonesia) dan NIVB (melingkupi segala bangsa dan diantaranya ada pula speller bangsa bumiputra dan persatuan bumiputra).

Di Penghujung tahun 1929 PSSI (Perstoean Sepak Raga Seloeroeh Indonesia) berdiri tujuannya jelas mempersatukan voetbalbond Boemipoetra di seluruh Hindia. Persatuan yang berharap besar akan naiknya peil, derajat pemainan sepak bola bangsa Indonesia. Dan berharap kelak mampu terjun dalam Far Eastern championship Games.

Dalam catatan kanon sejarah berdirinya organisasi ini tak semudah yang terbayangakan. Era sebelumnya tepatnya tahun 1923 di Surabaya sudah diadakan pertemuan untuk mendirikan perserikatan perkumpulan voetbal. Maksud itu gagal. Usaha ini di ulang pula pada tahun 1928, tapi tak berhasil juga. Dipenghabisan tahun 1929 cita-cita pembentukan perkumpulan voetbal terujud, atas dukungan dari Bandung, Jogja, dan Surabaya. Bahkan di tahun yang sama ada niatan hendak mendatangkan elftal (kesebelasan) dari dari luar negeri baik dari Tiongkok maupun tempat lain.

Babak berikutnya dipertengahan April 1930 tujuh bond (kumpulan klub amatir) sepakbola hadir di Yogyakarta untuk bertanding dalam sebuah kejuaraan di Alun-alun utara Yogyakarta. Bukan pertandingan di lapangan berpagar gedheg (anyaman bambu) tersebut yang kemudian dikenang oleh sejarah, namun pertemuan ketujuh pengurus klublah yang kemudian dicatat telah mengukuhkan lahirkan PSSI.

Sekira delapan belas bulan kemudian tepatnya Minggu tanggal 4 Oktober 1931 diadakan rapat umum di bawah pimpinan Ir. Soerati. Pertemuan itu dihadiri PSSI Voetbalbond Semarang, Bandung, Magelang, Jakarta, Mataram, Solo, dan Surabaya, dan dihadiri 6 buah bond.

Kala itu lewat persatuan bola disadari betul faedahnya dalam menajalin persatuan kebangsaan. Dalam Konggres di Semarang misalnya dalam sambutan dari ketua sidang Soerati dikatakan:

“Permaianan bola mendidik persaan kemerdekaan. Sebab pada main bola itu tiap-tiap permainan sesungguhnya bebas. Oleh permainan bola itu terutama sama rata dan lenyap keangkoehan lain-lain. Pada waktu itu tak dibedakan orang bangsawan dengan orang kebanjakan, orang kaya dengan orang miskin. Satu fasal yang penting pula ialah karena main spak raga itu memaksa orang tahu akan kewajiban masing-masing.
…Dan akhirnya tidak boleh dilupakan bawah permainan bola itu mendidik manusia berani, tidak takut-takut serta tiada pustus asa meski bagaimana sekalipun hebat mungsuh menendang”.(Pandji Poestaka, 1930)

Sepakbola lewat persatuan PSSI disadari betul sebagai jalan yang baik untuk melenyapkan perasaan provincialisme yang sempit. Karena dalam perkumpulan ini tidak bukan hanya di tanah Jawa saja yang besar minatnya pada sepak bola ini, tapi dari Makasar, Banjarmasin dan Palembang pun menyatukan diri.

Akhirnya siding PSSI di Semarang itu mengambil keputusan:

1. Stedenwedstrijd dan kongres PSSI akan diadakan pada tahun 1932 di Betawi. Bond-bond akan di bagi dalam tiga bagian: pertama Djakarta dengan Malang, kedua Bandung dengan Mataram, dan ketiga Solo, Semarang, dan Surabaya. Stedenwedsrijd itu akan diatur memakai voorwedstrijd. Yang akan mengurus pertandingan-pertandingan ialah competitieleider, terdiri di Yogya.
2. PSSI akan mendatangkan Malay Team dari Singapura. Surabaya diusuruh mencari perhubungan dengan tim luar Indonesia.
3. PSSI akan mendirikan satu koperasi. Hal ini akan diputuskan pada kongres yang akan datang.
4. Pakaian bond yang opisil hanya boleh dipaka dalam pertandingan PSSI.
5. Jumlah bond baru yang diterima sebagai anggota ialah lima.
(Pandji Poestaka, 1930)

Dari sepakbola persatuan kebangsaan disemaikan, bahkan dunia bola angannya pun sempat terujud “elftal Indonesia sempat mengores dalam kejuaraan dunia di era 50-an, walaupun hanya terjadi sekali. Lalu kapan lagi???

2 comments:

hajar said...

Selalu saja, urusan bola menjadi sangat dekat dengan urusan bangsa..
tapi mbak roma pasti tahu khan jawaban pertanyaan ini, apa bedanya sepakbola dahulu dan saiki? hayo..
kali saja kalau mereka urip zaman saiki, mereka pasti ga bakal dikira mau main bola.. la piye, orang pakaiannya necis begitu, pake kemejalah, pakai sabuklah.. halah,kayak mau kerja or kuliah aja, hehe

JOGJA-JAKARTA said...

Tapi penontone sarungan, untung bukan kipernya