Saturday, December 15, 2007

Islam dan Kemodernan, Islam dan Kebangsaan


Judul : "Menjadi Indonesia;13 Abad Eksistensi Islam
di Bumi Nusantara"
Kata pengantar : Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF
Penerbit : Yayasan Ferstival dan Mizan Jakarta (kerjasama)
Cetakan : I 2006
Tebal : 902+xxvi halaman

“Menjadi Indonesia” merangkum tentang kemunculan, pengaruh dan sebaran Islam yang memberi warna dan corak pada sejarah pembentukan menjadi bangsa dan negara.

Buku tebal ini dibuka oleh Azyumardi Azra (hlm.3) menandaskan historiografi sejarah Indonesia. Bagaimana penulisan sejarah Indonesia mengalami perbalgai perkembangan dari manzab-mazab yang dimasuk, hingga pada akhirnya berkembanglah sejarah sosial. Dari perkembangan historiografi Indonesia kearah “sejarah sosial” yang mendorong kearah perkembangan yang lebih luas dan kompleks dalam sejarah Indonesia.

Melalui rute perdangangan laut dari belahan barat Asia seperti India, Arab, dan Persia. Sebagai titik awal adalah Selat Malaka pada abad ke-7 M ke jantung perdagangan pulau Jawa seperti Jepara dan Gresik, diteruskan ke Banjaramasin, Ambon, dan Ternate sebagai pusat rempah-rempah Islam tersebar.

Munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam, Samudrai Pasai abad ke 13 yang dibangun Laksamana Laut mesir Nadjudin Al-Kamil di Sumatera dan disusul Demak di pulau Jawa semakin mengukuhkan keberadaan Islam dan menjadikannya penting dalam sejarah pembentukan negara.

Islam masuk di pelbagai nusantara dengan mengikuti pola yang hampir sama, yaitu pada awalnya Islam diterima oleh masyarakat pesisir pantai. Selanjutnya, perkampungan-perkampungan muslim di daerah pelabuhan secara adaptif, dengan pendekatn kultural.

Islam menjadi sangat penting dalam sejarah pembentukan “menjadi Indonesia” baik secara politik maupun kultural, namun sayangnya Islam dilupakan dan dianggap tak penting dalam historiografi sejarah Indonesia. Doktrin lama yang justru mengakar adalah lahirnya persatuan dan penyatuan nusantara model Gajah Mada-Majapahit. Salah kaprah. pemahaman sejarah ini dilahirkan oleh perennial sejarah, yaitu anggapan akan keabadian yang terkandung dalam peristiwa sejarah, dan juga essensialitas sejarah, yaitu anggapan terhadap peristiwa sejarah untuk sebuah keperluan adan keberadaan kita.

Terus mewarnai pembentukan Indonesia ketika era kebangkitan nasional 1908 Sarekat Dagang Islam muncul memberikan tonggak Nasionalisme. Pergerakan Islamlah, kata Natsir, yang lebih dulu membuka jalan perjuangan kemerdekaan di Tanah ini, yang mula-mula menanam bibit persatuan Indonesia, yang menyingkirkan sifat kepulauan dan keprovisian…”

Selama periode pergerakan Nasional 1908-1945, terdapat beberapa peristiwa yang menunjukan bahwa bangsa Indonesia dalam upaya menegakan Negara republik dilakukan dengan dialog dan jauh dari kekerasan-penaklukan sebagaimana model yang dilakukan Kerajaan Majapahit dengan Majapahit Gadjah Mada-nya (hlm. 62)

Proses dan berkembangnya Islam di setiap kepulauan nusantara, dari wilayah Jawa, Sumatera, Maluku, Ternate, Tidore, Lombok, Kalimantan dan Sulawesi dirangkum apik dalam tulisan Anhar Gonggong (h. 30) dan Azhar Asyad (hlm. 73).

Gelombang Islam yang lain di Tanah Air datang dengan memadang Islam dengan cara baru. Melalui pendekatan keilmuan, gelombang orientalisme dan studi-studi Islam kontemporer berorientasi kepada Islam dan budaya-budaya Timur. Corak pendekatan studi pun mengalami perkembangan dengan munculnya Islamic Studie.

Tak dapat ditepis dalam perkembangannya Islam harus bersentuhan dengan adat-istiadat budaya lokal di Indonesia dengan beratus-ratus tersebar di kepulauan nusantara. Salah satu diantara budaya bangsa yang terkenal kuat hubungannya dengan Islam adalah suku Minangkabau dan Melayu. Pada awal kontak kebudayaan tentulah terjadi benturan dan pertentangan, baik secara religion maupun politik. Namun, kini perjalanan antara budaya dan adat dengan Islam yang terdapat dalam masyarakat dapat saling mengukuhkan dan dapat berkembang.

Keterlibatan ormas Islam dalam konteks politik ketika dalam proses menjadi Indonesia penting di catatat. NU yang berdiri 31 Januari 1926, misalnya telah menyatukan dan merapikan barisan dalam rangka pembebasan Indonesia dari penjajah dengan mengeluarkan fatwa Jihat melawan tentara Jepang pada 10 November 1945. Perhatian NU dalam ranah politik pun tak diragukan lagi, menjadi unsur penting dalam lahirnya Pancasila sebagai dasar Negara dan Bangsa.

Pada era 1990-an terjadi politik akomodasi Islam oleh Negara. ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Sedunia) dibentuk. Belakangan hari diketahui Soeharto ingin memanfaatkan ICMI sebagai payung perlindungan dan legitimasi. Kala itu Habbie sebagai ketua ICMI sekaligus orang terdekat dengan Soeharto menjadi dilematis.

Dari ICMI pula lahir tokoh-tokoh yang menjadi oposan Soeharto yang dimotori oleh Amin Rais. Di era reformasi naiklah organisasi-organisasi Islam di gelanggang politik. Tapi toh partai-partai politik Islam tidak meraih dukungan memuaskan. Pemilu 1999, partai Islam seluruhnya keok, begitu pula pemilu 2004.

Dalam ruang dan waktu yang lain Islam terus bergerak, dalam kurun yang berbeda dengan apresiasi nan unik pula, mengawinkan antara keislaman dan kemodernan, keislaman dan kebangsaan. Di era millinium tantangan Islam semakin besar, eksistensi Islam diuji hingga kini.

No comments: