Judul itu diambil dari sebaris jargon suratkabar Berani. Slogan itu sangat lugas, keras, dan sekaligus menunjuk karakter yang akan diusung koran ini dalam kurun semasa.
Berani terbit di Pontianak dan menyapa pembacanya sejak 4 Juli 1925 sebagai suratkabar mingguan. Dengan lantang Berani mengenalkan siapa dirinya sesungguhnya:
Apa sebab Berani memberanikan dirinja lahir dimana doenia jang begini penoeh disarangi oleh imperialisten dan kapitalisten? Sebabnya Berani tak tahan lagi melihat dan membiarkan keadaan doenia kapitalisme co, imperialisme yang begitoe heibat mengadakan perang.. .peratoeran jang semata-mata memberatkan bebannja proletaar sedonie ini. Djadi tegasnja, Berani keloear kemoeka boemi ini semata-mata hendak bertanding, bertanding pada moesoeh-moesoehnja jang senantiasa soeka menghisap titik peloehnja sekalian kaoem boeroeh dan tani, dan djoega kan melawan pada segenap manoesia jang soeka memboeat pekerdjaan sewenang-wenang terhadap pada sesamanja manoesia.
Boekan itoe sadja jang akan dilawan oleh Berani tetapi orang jang bermerk “lintah darat” alias orang jang soeka mengaboei matanja raiat poen akan ditangan olehnja. Djika diperhatikan tentang perdjanjian Berani jang itoe sadja, maka njatalah, pada kita, bahwa tak boleh tidak nanti kami jang mengemoedikan Berani ini nistjaja akan mengalamkan soeatoe hal jang boekannja ringan, tetapi itoe semoeanja tak kami ambil moemet kendatipoen kami akan djadi korbannja......sebagaimana mestinja, walaupoen apa jang akan terjadi atas diri kami, tetapi dalam hal terseboet kami tak akan mengoendorkan diri. Perhatikanlah apa jang kami katakan itoe.....
Ingatlah! Apabila raib Berani ini dari pandangan kita, berarti sebagai hilang djoega oetoesan soeranja rai’at Indonesia, teroetama Borneo Barat. (Berani, 4 Juli1925)
Di awal terbit, pada lembar perkenalan dari redaksi Berani, sudah terlihat bahwa suratkabar ini nantinya memilih haluan non-kooperatif. Berani sendiri ditafsirkan sebagai B: boemi berpoetar angin meda, boekisannja perobahan sangat moedjara, boeahnja oesaha kata berdjawa, berani terlahir sodara jang ikra. E: engkoe redactoeuren betoelkah itoe, enggan djangan kita bersekoetoe, edjahan jang ringkas koekarangkan tentoe, entjamkan isinja hai sodarakoe. R: ratap tangisnja segala rai’at....rintangan banjak tjegahan ta’ dapat, rajoe hati, mendengar djeritanja oemat. A: adalah oempamanja sikoeda sad akan membawa barang-barang ditolak, antjaman poekoel rotan dan gotj, achir njawanja diambil algodjo. N: Njatalah sekarang ajoe hai sodarakoe, Djawa dan badanmoe sedang diadoe, njahkan kapitalisten, si djahaman itoe, anti sihinja dapat kemerdekaanmoe. I: Inilah masalahnja djanganlah aja, hajatlah dirimoe jang sedang sia, imbangannja penjakit, koedis jang gati, ichtiarkan obatnja, djangan menjel. (Berani, 4 Juli 1925)
Di bawah redaktur Boullie, Berani menyajikan berita dengan bahasa yang keras dan pedas. Merasa sebagai corong rakyat kecil, Berani menyajikan kritik-kritik lugas terhadap pemerintah dengan bahasa agitatif.
Di Pontianak soedah sering kedjadian ketjoerian-ketjoerian besar; tapi beloem pernah kita dengar kabar politie dapat tangkap. (Ada djoega jang kena tangkap. Red) Djoega semoea pendoedoek Pontianak tahoe itoe orang-orang seck jang ada di Pontianak djaga goedang-goedang, tapi mempoenjai oeang satoe-satoenja berpoeloeh-poeloeh riboe. Di manakah itu oeang didapatnja? Apakah ta’ pantas ditjoerigai, jang dia orang pentjoeri? Dan kalau boekan pentjoeri tentoe merentenkan oeang (lintah darat) atau penghisap darah ra’iat. Dan kalau begitoe, kapakah pemerintah membiarkan itoe sjek-sjek merentekan oeang? Apakah itoe sjek-sjek diberi izin merentekan oeang? Minta djawab. (Berani, 8 Agustus 1925)
Siapa yang tidak merah mendengar berita seperti ini? Berita-berita dan kritik-kritik agitatif seperti ini bisa kita lihat di kolom “Pemandangan Hari Sabtoe”. Bahkan di beberapa artikel di Berani, nama pribadi-pribadi disebut terang sebagai penanggung jawab atas tulisan dan artikel yang dimuat.
Dukungan-dukungan Berani kepada pimpinan atau pergerakan yang kala itu dianggap “musuh” pemerintah dinyatakan secara terbuka. Tokoh-tokoh yang diskong penuh itu antara lain H.M. Misbach dan Tjipto Mangunkusumo ketika dipenjara dan diasingkan di Manokwari oleh pemerintah. Berani bahkan berusaha mengakomodir para pembacanya untuk membantu Misbach dan keluargannya (Berani 7 November 1925). Sebuah upaya yang penuh risiko.
Dan Berani kian terbuka menyatakan diri sebagai media advokasi bagi masyarakat kecil: Barangsiapa ada merasa jang dirinja ada teraniaja, tertipoe, tertindas, dan disewenang-wenangkan oleh siapa poen djoega, datanglah adoekan hal itoe pada redactie dan soerat kabar ini! Kami berjanji, nanti kami bela hal pengadoean toean-toean dan sodara-sodara sebagaimana jang sepantasnja. (Berani, 11 Juli 1925)
Namun buru-buru Berani ingatkan supaya pengaduan itu bukan sekadar omong kosong. Kata Berani, “Tetapi saudarakoe ra’jat ingat, djanganlah hendaknja membawa perchabaran jang bohong dan hanya oentoek melepaskan hati sadja. Itoelah pesan kami jang haroes saudara perhatikan.”
Keberpihakan Berani sebagai penyuara rakyat cukup kental dalam setiap edisi beritanya, termasuk dalam rubrik syair, seperti Syair Merah milik S.R.N. Bezem dan Syair Tangisan Larat:
Adoeh melarat adoeh melarat
Kehidoepan Ra’jat di sini-sana,
Beban Ra’jat bertambah berat
Itoelah jang menjebabkan djadi merana....
(Berani, 18 Juli 1925)
Tak heran kalau berita-berita Berani cenderung kekiri-kirian karena sejak awal suratkabar ini telah menandaskan sikapnya yang anti terhadap imperialisten dan kapitalisten. Pemahaman tentang komunisme yang dianggap Berani sebagai penyelamat rakyat menjadi wacana bersambung di setiap terbitan Berani.
Untuk berlangganan Berani selama 3 bulan, pembaca hanya perlu mengeluarkan f 3. Namun sayang pembaca hanya dapat berlangganan kurang lebih selama 1 tahun saja sejak terbit pertama kali, karena pada 1926 Berani harus tutup. Pemerintah menganggapnya sebagai suratkabar yang terlalu ekstrimis, kelewat garang dan brutal mengayun mandau.
Namun itulah pilihan Berani sejak awal berdiri. Dan kini, sejak Berani dibredel, tidak ada lagi media tempat menampung pengaduan rakyat. Tak ada media seberani Berani.
Thursday, March 29, 2007
Berani: Barang Siapa Jang Bentji Pada Kita, ialah Moesoeh Kita!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Saya kan coema menyoembangkan rasa, kenapa saya haroes mendjadi moesoeh? Saya kan coema menyoembangkan gelagar, kenapa harus dipatek?
Duh, biyung ngomong apa aku ini?
Post a Comment